Rabu, 05 Oktober 2011

Yang ber"ied"

Allohu Akbar …. Allohu Akbar …. Walillahilhamd
Romadhon telah berakhir. Masa memanen telah usai dan tinggalah masanya kita menilik seberapa banyak yang dapat kita kumpulkan. Ramadhan telah usai, dan kembalilah kita sekarang sebagaimana masa-masa yang sebelumnya. Pertanyaannya adalah : “Apakah kita termasuk orang-orang yang pantas bergembira di hari Ied ?”
Menjawab pertanyaan tersebut bukanlah perkara yang mudah. Disini diperlukan kejujuran diri dalam menilai, karena kitalah (dan tentu saja Allah yang lebih mengetahui) yang mampu mengukur bagaimana kualitas puasa kita, ruku’ dan sujud kita, tilawah dan shodaqoh kita serta kebersihan hati kita kalau melakukan ibadah-ibadah tersebut dan yang selainnya. Akan tetapi bias kita mau menilik kalam Allah, maka akan kita dapati gambaran orang-orang yang sukses dalam puasanya dengan memperhatikan cirri-ciri yang Allah sebutkan dan membandingkan dengan jujur dengan kondisi kita.
Allah mesnyariatkan puasa adalah supaya puasa tersebut bias menjadi “madrasah” bagi orang-orang yang beriman berproses menjadi orang yang bertaqwa (Qs. Al Baqarah : 183). (Maka sebaik-baik perkataan adalah kitabullah), pada Qs. Ali Imron : 134-136 Allah mensifati orang-orang yang bertaqwa sebagai berikut :
1. Orang yang menafkahkan hartanya dalam kelapangan maupun kesempatan puasa diharapkan membuat seseorang muslim mempunyai kepekaan social. Karena hakekatnya dengan puasa Allah telah mengirimkan pelajaran kepada kita, bahwa sesungguhnya betapa tidak mengenakkannya seseorang dalam keadaan lapar, walaupun hanya sampai batas tertentu saja. Oleh karena itu kita seharusnya bias membayangkan betapa beratnya si miskin yang menahan lapangan bahkan tanpa mengetahui kapan laparnya itu akan terobati. Dengan demikian diharapkan menimbulkan rasa peduli terhadap penderitaan diharapkan menimbulkan rasa peduli terhadap penderitaan fakir miskin disekitar kita. Puasa juga memberitahukan pada kita bahwa kita mampu untuk lebih menahan diri supaya tidak terjerumus kepada yang haram ataupun berlebihan pada yang mudah.

2. Menahan amarah dan mudah memaafkan
Orang yang tidak ingin pahala puasanya musnah, maka dia pasti akan menahan diri dari amarah dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Padahal sebenarnya orang itu mampu melampiaskan. Bila dalam puasa kita mampu lalu kenapa di luar puasa tidak ?
3. Senantiasa beristigfar ketika melakukan kesalahan.
Pada saat puasa kita dijarkan Allah Rosulullah SAW untuk memperbanyak do’a dan memohon ampunan yang hakekatnya adalah layaknya air yang membasuh bercak-vercak noda, jangan biarkan noda tersebut bertumpuk dan berkarat, yang pada akhirnya menjadi tidak bisa lagi dibersihkan sehingga cahaya hati kita menjadi redup bahkan padam, sehingga terhalang dari hidayah Allah SWT.
4. Taubat Nasuha
Syaratnya adalah penyesalahan yang dalam azzam (ketepatan hati) yang kuat untuk tidak kembali pada kubangan dosa yang telah dilakukan sedang dia sadar bahwa itu adalah pembangkangan terhadap Allah, sehingga barangsiapa yang terus-terusan berada dalam kemaksiatan setelah bertaubat hakekatnya dia tidak pernah bertaubat.

Demikianlah saudaraku, sesungguhnya Allah telah ajarkan kepada kita hikmah ayat-ayatnya dalam madrasah rohadhon ini. Semua orang berpotensi untuk berhasil dalam ujian ini, tinggal kita, mau atau tidak jadi yang menang. Dan hanya pertolongan-Nyalah saja yang kita mohon untuk itu kita pantas merasakan Idul Fitri :
“Ied bukan bagi yang berbaju baru, tapi bagi yang teguh dalam tauhid dan men
Ied bukan bagi yang berbaju baru, tetapi yang bersegera mensucikan dirinya bagi yang sadar kalau dia adalah hamba. Bagi yang menyiapkan syukur dalam setiap nikmat bagi yang memupuk sabar dalam setiap bala dan bagi yang memahami ….
Kampung akhirat adalah tujuan dan yang mengembalikan penghambaan hanya pada Dia Sang majikan.

Akhirnya kami ucapkan : Taqoballahu mina wa minkum, shaliha ‘amal wa kullu ‘amin wa antum bi khoirun. Kepada Allah kami memohon pengampunan. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar